Nilai Penting dan Kedudukan Tafsir

Salah satu tugas utama yang ditetapkan Allah SWT kepada Nabi SAW ialah menjelaskan dan menerangkan ayat-ayat, “Dan Kami telah menurunkan kepadamu peringatan (Al-Quran) untuk kamu menerangkan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka berpikir” (Al-Nahl, 44). Atas dasar ayat ini, dapat dikatakan bahwa Nabi SAW adalah orang pertama yang melakukan tafsir Al-Quran dan melaksanakan tugas sebagai penafsir wahyu sepanjang hidup mulia beliau.
Istilah ‘tafsir’ sendiri pada mulanya digunakan untuk tindakan mensyarahi dan mengomentari buku-buku ilmiah. Dalam penggunaan ini, tafsir sama dengan menguraikan makna suatu teks. Oleh karena itu, penjelasan dan komentar berbahasa Ibrani dan Yunani atas karya-karya Aristoteles disebut juag sebagai tafsir. Akan tetapi, lambat laun, kata ini dalam tradisi dan budaya Islam digunakan lebih pada buku-buku tertentu, yakni buku-buku yang mengimentari dan menjelaskan teks Al-Quran (Danesynameh wa Qur’an Pezuhi, jld. 1, hlm. 635).
Kata tafsir juga terdapat dalam Al-Quran, walaupun hanya satu kali, “Dan mereka tidak akan membawakan kepadamu padanannya kecuali Kami telah membawakan kepadamu dan sebaik-baiknya tafsir” (Al-Furqan, 33). Ayat ini diturunkandalam rangka menjawab orang-orang musyrik Mekkah, bahwa orang-orang kafir itu tidak akan membawakan tandingan apa pun kecuali Allah SWT yang memberikan jawaban yang benar dan penjelasan yang terbaik.
Para ahli tafsir dan pakar ilmu-ilmu Al-Quran menegaskan arti penting tafsir dengan berbagai pola. Seorang mufassir terkemuka Syiah terdahulu, Aminul Islam Tabarsi, pengarang tafsir Majma’ Al-Bayan, menyebutkan bahwa ilmu tafsir sesungguhnya ilmu paling mulia (Tabarsi, Majma’ Al-Bayan, jld. 1, hlm. 350). Kemudian hal yang sama juga diteguhkan oleh mufassir terkemuka Ahli Sunnah, Jalaluddin Suyuthi, dalam Al-Itqan, bahwa ilmu tafsir adalah ilmu yang paling mulia”. Lalu ia menukil ucapan Raghib Isfahani, pengarang buku Mufradat Al-Qur’an, untuk menguatkan nilai dan kedudukan tafsir (Jalaluddin Suyuthi, Al-Itqan, jld. 1, 101; jld. 2, hlm. 555).
Bila diamati sepintas saja ilmu tafsir, akan tampak nilai dan kedudukannya dari beberapa aspek:
Satu, dari aspek subjek utama ilmu, fokus ilmu tafsir tertuju pada firman dan kalam Allah SWT yang merupakan sumber autentik segenap kebenaran dan kebaikan.
Kedua, dari aspek tujuan, ilmu tafsir bertujuan mengenal maksud dan makna ayat-ayat suci Al-Quran sebagai langkah awal mencapai kesempurnaan hakiki.
Ketiga, dari aspek kebutuhan pada tafsir, dimana setiap kesempurnaan dunia dan akhirat akan memerlukan pada penjelasan agama mengenai pengetahuan dan pengamalan, dan penjelasan agama ini juga pada dasarnya bertumpu pada sumber utama, yaitu Al-Quran. Maka, upaya mencapai kesempurnaan hakiki, manusia akan selalu membutuhkan Al-Quran, dan salah satu perangkat terbaik untuk memahaminya ialah ilmu tafsir.