Mengenal Diri dan Mengenal Tuhan

Hadis di atas telah menjadi pijakan dan kaidah bersuluk dan bermakrifat. Kaidah ini disebut juga dengan ma’rifatu an-nafs. Namun, bagaimana mengenal diri sendiri? Apakah manusia harus mengenal jiwanya (ruhnya) sebagai maujud nonmateri dengan cara menyaksikannya dengan batin? Apakah mungkin itu memiliki arti yang lain?
Maksud dari ma’rifatu an-nafs adalah makna pertama di atas, yakni mengenal jiwa yang nonmateri ini dengan penyaksian hati, dan tujuan dari pengenalan yang sering disebutkan dalam ayat dan riwayat ini adalah mengenal Tuhan.
Selanjutnya, mengenai makna hadis yang berbunyi “Barang siapa telah mengenal dirinya maka ia benar-benar telah mengenal Tuhannya”, ada dua belas penjelasan yang telah dirangkum dalam kitab Mishbah Al-Anwar karya Sayyid Abdullah Syubbar. Pertanyaannya, apa hubungan antara mengenal jiwa dan mengenal Tuhan?
Riwayat yang sebenarnya berbunyi “Barang siapa telah mengenal dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya.” Adapun kedua belas penjelasan yang Anda maksud itu, seingat saya, tidak dapat menerangkan maksud hadis tersebut secara utuh.
Yakni, ketika seseorang telah mengenal dirinya, maka ia akan menyadari bahwa dirinya lemah dan tak berdaya sama sekali. Dengan memperhatikan kelemahan dan ketidakberdayaan inilah kita dapat memahami hubungan antara menganal diri dengan mengenal Tuhan dalam konteks hadis di atas. Jadi, ketika seseorang telah mengenal dirinya, maka ia akan sadar bahwa ia adalah ciptaan yang telah diciptakan oleh Dzat Yang Mahakuasa. Tak seorang pun yang telah mengenal dirinya sebagai makhluk namun tidak mengenal Al-Khaliq. (Sumber: Muhammad Husain Thabathaba’i, Islam va Insan-e Mu’asher, Qom, 1379 HS).