Mungkinkah Manusia Melihat Tuhan?

0
1311

Dalil-dalil rasional memberikan kesaksian bahwa Tuhan tidak akan pernah dapat dilihat oleh indra penglihatan. Lantaran mata hanya dapat melihat benda-benda—atau lebih tepatnya—sebagian dari kualitas-kualitas benda-benda tersebut. Dan mata tidak akan pernah dapat melihat sesuatu yang bukan benda atau tidak memiliki kualitas benda. Dengan kata lain, sekiranya sesuatu dapat dilihat dengan mata, niscaya ia memiliki ruang dan sisi serta materi. Sementara Ia lebih unggul dari semua ini. Ia adalah wujud Nir-Batas. Berdasarkan dalil ini Ia berada lebih di atas (transcenden) dari jagad materi, lantaran dalam jagad materi ini segala sesuatu terbatas.

Banyak ayat Al-Quran yang menceritakan misalnya Bani Israel dan permintaan mereka untuk melihat Allah SWT. Dengan tegas, Al-Qur’an menafikan kemungkinan untuk dapat melihat-Nya.

Anehnya, mayoritas pemeluk mazhab Ahlusunah berkeyakinan bahwa sekiranya Tuhan tidak dapat dilihat di dunia ini, maka Ia akan dapat dilihat pada Hari Kiamat kelak. Penyusun tafsir Al-Manâr menegaskan, “Ini adalah akidah Ahlusunah dan ulama hadis.” (Tafsir Al-Manâr, jilid 7 hal. 653).

Dan lebih aneh lagi, para peniliti kontemporer (baca: para cendekiawan) juga cenderung kepada penafsiran seperti ini. Dan bahkan, dengan getol membela pendapat ini. Sementara ketidakabsahan pendapat ini sangat jelas sehingga tidak memerlukan pembahasan. Lantaran relasi dunia dan akhirat (dengan memperhatikan teori kebangkitan [ma’âd] jasmani) sejalan dalam masalah ini; apakah Allah SWT yang memiliki wujud nonmateri pada Hari Kiamat akan berubah menjadi wujud materi dan dari tingkatan Nir-Batas akan terdegradasi menjadi tingkatan terbatas? Apakah Ia pada hari tersebut akan berubah menjadi benda dan aksiden-aksiden benda? Dan apakah dalil-dalil rasional atas ketidakmungkinan melihat Allah SWT selaras antara dunia dan akhirat? Sementara dalil rasional dalam ranah pembahasan ini tidak dapat berubah.

Baca juga :   Identitas Tasawuf Islam dalam Relasi antara Syariat, Tarikat dan Hakikat

Dan dalih yang dibawakan oleh sebagian dari mereka bahwa boleh jadi pada alam yang lain manusia dapat melihat dan mencerap yang lain, seluruhnya tidak dapat diterima. Lantaran, sekiranya maksud dari mencerap dan melihat ini adalah mencerap dan melihat dengan menalar secara materi, bukan dengan mata hati dan kekuatan akal yang dapat menyingkap keindahan Tuhan, maka mustahil hal itu untuk dapat diatributkan kepada Tuhan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Dengan demikian, pendapat yang telah disebutkan di atas bahwa manusia tidak dapat melihat Tuhan di dunia ini, akan tetapi mukminin dapat melihat-Nya pada Hari Kiamat adalah sebuah pendapat yang irasional.

Satu-satunya alasan yang menyebabkan mereka membela ideologi ini adalah hadis yang disebutkan di dalam buku-buku referensi hadis mereka yang menyebutkan bahwa Tuhan mungkin untuk dilihat pada Hari Kiamat. Akan tetapi, tidakkah ketidakabsahan pandangan ini dengan hukum akal merupakan dalil atas adanya rekayasa dalam hadis itu dan keinvalidan kitab-kitab yang membawakan hadis-hadis seperti ini? Jika hadis ini tidak kita tafsirkan sebagai penyaksian dengan mata hati atau sesuai hukum akal, kita harus mengucapakan selamat tinggal kepada hadis-hadis semacam ini. Dan jika dalam sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada redaksi—yang secara lahiriah—menyatakan Tuhan dapat dilihat, seperti ayat, “[Ada] wajah-wajah ketika itu berseri-seri, ia melihat kepada Tuhannya” (QS. Al-Qiyamah [75]: 23-24) dan ayat, “Tangan Tuhan berada di atas tangan mereka” (QS. Al-Fath [48]: 10), semua itu hanya memiliki sisi figuratif (majâzi), lantaran tidak satu pun ayat Al-Qur’an yang bertentangan dengan hukum akal.

Menariknya, hadis-hadis Ahlulbait menafikan dengan tegas ideologi khurafat seperti ini. Dan dengan redaksi yang telak mengkritisi orang-orang yang mempercayai ideologi semacam ini. Misalnya, salah seorang sahabat popular Imam Al-Shadiq a.s., Hisyam berkata, “Aku berada di sisi Imam Ja’far Al-Shadiq a.s. ketika Muawiyah bin Wahab datang dan berkata, ‘Wahai putra Rasulullah! Apa pendapat Anda tentang riwayat yang datang dari Nabi SAW yang menyebutkan bahwa beliau melihat Allah SWT? Bagaiamanakah Nabi SAW melihat-Nya? Dan demikian dalam riwayat yang lain dinukil dari beliau SAW bahwa mukminin dapat melihat Allah SWT di Surga. Bagaimana mereka akan melihat-Nya?’

Baca juga :   Pengantar Sejarah Tasawuf dan Relasinya dengan Filsafat dalam Islam

Imam Al-Shadiq a.s. tersenyum dan berkata, “Wahai Mu’awiyah bin Wahab! Alangkah buruknya manusia yang telah berusia tujuh puluh—(atau delapan puluh)—tinggal dan hidup di kerajaan Tuhan dan memakan nikmat-Nya, tetapi belum mengenal-Nya dengan baik. Wahai Muawiyah bin Wahab! Nabi saw sekali-kali tidak pernah melihat Allah SWT dengan indra penglihatan ini. Penyaksikan terdiri dari dua bagian, penyaksian dengan mata hati (batin) dan penyaksian dengan mata lahir. Setiap orang yang berkata bahwa Nabi SAW menyaksikan Tuhan dengan mata hati, ia telah berkata benar. Namun, bila ia mengatakan bahwa Nabi SAW menyaksikan-Nya dengan mata lahir, maka ia telah berdusta dan ia telah mengingkari Tuhan dan ayat-ayat Al-Quran. Karena Nabi SAW bersabda, ‘Barangsiapa menyerupakan Allah SWT dengan hamba-Nya, maka ia telah kafir.’” (tafsir Al-Mizân, jld. 8, hlm. 268).

Dalam riwayat yang lain sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Tauhid Al-Shaduq yang dinukil dari Ismail bin Fadhl yang berkata, “Aku bertanya kepada Imam Al-Shadiq a.s., ‘Apakah Allah SWT akan dapat dilihat pada Hari Kiamat?’ Beliau menjawab, ‘Allah SWT suci dari semua ini …. Mata tidak dapat melihat selain segala sesuatu yang memiliki warna dan kualitas, sementara Allah SWT adalah pencipta warna-warna dan kualitas-kualitas.’” (tafsir Nur Al-Tsaqalain, jilid 1, hal. 753).

Menariknya, dalam hadis ini khususnya disebutkan kalimat warna. Pada era dewasa ini jelas bagi kita bahwa benda itu sendiri tidak dapat dilihat. Akan tetapi, beserta warnanya ia akan terlihat. Dan apabila benda tidak memiliki warna, maka ia tidak akan pernah terlihat. (Tafsir Nemûneh, jld. 5, hlm. 381).

(Visited 560 times, 1 visits today)

Leave a reply