Imam Mahdi

Al-Mahdi yang dijanjikan, yang biasa dinamakan menurut gelarnya, Shāhib al-Zamān, adalah putra dari Imam Hasan ibn Ali Askari. Namanya sama dengan Nabi Saw., Muhammad. Dia dilahirkan di Samarrah pada tahun 256 H (868 M). Hingga umur lima tahun, dia diasuh dan dibimbing oleh ayahnya. Namun, ketika ayahnya syahid, ia bersembunyi dari penglihatan publik dan hanya beberapa orang tertentu yang dapat menemuinya.
Kehidupan politik di zaman beliau sarat dengan kekacauan, fitnah, dan pergolakan yang terjadi di mana-mana. Keadaan ini dilukiskan oleh Thabari, “Pada masa pemerintahan al-Mukhtadi, seluruh dunia Islam dilanda fitnah.” (Tārīkh Thabarī, jil. VII, h. 359)
Dalam situasi seperti inilah, Muhammad ibn Hasan yang menjadi Imam segera setelah ayahnya wafat, akhirnya gaib dan hanya beberapa orang saja yang bisa menemuinya. Kegaiban Imam Mahdi terdiri dari dua periode; gaib kecil dan gaib besar. Gaib kecil berlangsung sejak tahun 260 H (872M) hingga tahun 329 H (939 M). Pada masa gaib kecil ini, beliau hanya bisa ditemui oleh empat orang wakilnya, yaitu: Utsman ibn Said al-Umari al-Asadi, Muhammad ibn Ustman ibn Said al-mari al-Asadi (w. 305 H), Husain ibn Ruh al-Naubakti (w. 320 H), dan Ali ibn Muhammad al-Samir (w. 328/329 H). Gaib kecil ini berlangsung selama 70 tahun. Adapun gaib besar terjadi sejak wafatnya wakil imam yang keempat, Ali ibn Muhammad al-Samir, hingga Allah mengizinkan kemunculannya. Dalam masa gaib besar ini, terputuslah hubungan beliau dengan para pengikutnya.
Dalam sebuah hadis yang keabsahannya disepakati, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Sekiranya tinggal satu hari saja kehidupan dunia ini, maka Allah akan memperpanjang hari itu sampai Dia mengirimkan pada hari itu seorang laki-laki dari ummatku dan dari ahlu baitku. Namanya sama dengan namaku. Dia akan memenuhi bumi ini dengan persamaan dan keadilan sebagaimana (dahulunya) ia telah dipenuhi dengan penindasan dan kezaliman.” (Lihat, Abdullah Ibn Mas’ud, Fushūl al-Muhimmah)