Hukum Puasa (2): Yang Membatalkan Puasa

0
1274

Pelaku puasa dari azan Subuh sampai Maghrib harus menghindari hal-hal yang bisa membatalkan salat, antara lain:

  1. Makan dan minum.
  2. Memasukkan debu tebal sampai ke tenggorokan.
  3. Merendam seluruh kepala ke dalam air.
  4. Muntah.
  5. Berhubungan seks.
  6. Istimna’ (masturbasi).
  7. Membiarkan diri dalam keadaan junub sampai masuk waktu Subuh.

Hukum-hukum Hal yang Membatalkan Puasa
Berikut ini uraian hukum-hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang membatalkan puasa:

Makan dan Minum

  1. Jika pelaku puasa sengaja memakan atau meminum sesuatu, maka puasanya batal.
  2. Jika pelaku puasa sengaja menelan sisa makanan yang ada di sela-sela gusi, maka puasanya batal.
  3. Menelan ludah tidak membatalkan puasa walaupun banyak.
  4. Jika pelaku puasa karena lupa (tidak tahu kalau dirinya lagi puasa) memakan atau meminum sesuatu, puasanya tidak batal.
  5. Seseorang tidak boleh membatalkan puasanya karena lemas, tetapi jika karena lemas dia tidak sanggup lagi, maka boleh membatalkan puasanya.

Suntik
Jika bukan sebagai pengganti makanan, suntikan tidaklah membatalkan puasa, sekalipun menjadikan bagian anggota badannya terbius.

Memasukkan Debu Tebal ke Tenggorokan

  1. Jika pelaku puasa memasukkan debu tebal ke tenggorokan, puasanya batal, baik debu makanan, seperti tepung atau selain makanan, seperti tanah.
  2. Puasa tidak batal pada beberapa hal di bawah ini:
    – Debu tidak tebal.
    – Tidak sampai ke tenggorokan, tetapi hanya sampai di dalam mulut.
    – Masuk ke tenggorokan tanpa disengaja.
    – Tidak tahu kalau dalam keadaan berpuasa.
    – Ragu sampai atau tidaknya debu tebal ke tenggorokan.

Merendamkan Seluruh Kepala di dalam Air

  1. Jika pelaku puasa sengaja memasukkan kepala ke dalam air mutlak (air murni), maka puasanya batal.
  2. Puasa tidak batal pada beberapa hal di bawah ini:
    – Lupa merendam kepala ke dalam air.
    – Merendam sebagian kepala ke dalam air.
    – Merendam setengah dari kepala ke dalam air kemudian merendamkan setengah lainnya.
    – Jatuh ke dalam air secara tak sengaja.
    – Orang lain merendamkan kepalanya ke dalam air dengan paksa.
    – Ragu apakah seluruh kepala telah masuk ke da-lam air atau tidak.
Baca juga :   Awal Sejarah Ilmu Fikih dalam Islam

Muntah

  1. Jika pelaku puasa sengaja muntah, sekalipun karena sakit, puasanya batal
  2. Jika pelaku puasa tidak tahu hari puasa atau muntah tanpa disengaja, puasanya tidak batal.

Istimna’ (Masturbasi)

  1. Jika pelaku salat ber-istimna’, yakni dia sendiri melakukan kebiasaan rahasia sehingga cairan mani keluar darinya, maka puasanya batal.
  2. Jika mani keluar darinya tanpa disengaja, misalnya junub dalam keadaan tidur, puasanya tidak batal.

Membiarkan diri dalam Keadaan Junub Sampai Azan Subuh
Jika orang junub sampai azan Subuh belum mandi atau jika tugasnya itu tayamum lalu dia belum juga bertayamum, maka pada beberapa keadaan puasanya batal:
1. Jika sampai azan Subuh sengaja tidak mandi atau jika tugasnya itu tayamum ternyata belum bertayamum:
– Pada puasa Ramadhan dan puasa qodho, puasanya batal.
– Pada selain puasa Ramadhan dan puasa qodho, pua-sanya tidak batal.

2. Jika lupa tidak mandi atau tidak bertayamum dan ingat setelah sehari atau beberapa hari:
– Pada puasa Ramadhan, puasanya pada hari-hari itu harus di-qodho.
– Pada puasa qodho Ramadhan, berdasarkan ihtiyath wajib, puasanya pada hari-hari itu harus di-qodho.
– ada selain puasa Ramadhan dan qodho-nya seperti puasa nazar atau puasa kaffarah, puasanya sah.

3.  Jika pelaku puasa dalam kondisi tidur junub, dia tidak wajib langsung mandi dan puasanya sah.

4. Jika orang junub pada malam bulan Ramadhan tahu bahwa dia tidak bisa bangun sebelum Subuh untuk mandi, maka dia tidak boleh tidur, dan jika dia tidur dan tidak bisa bangun, maka puasanya batal.

Hal-hal Makruh bagi Pelaku Puasa

  1. Melakukan sesuatu yang menyebabkan badannya jadi lemas seperti donor darah.
  2. Mencium tumbuhan yang berbau harum, tetapi memakai parfum tidak makruh.
  3. Membasahi pakaian yang dipakai.
  4. Bersikat gigi dengan kayu yang basah.
Baca juga :   Sejarah Ilmu Fiqih dan Fuqaha Syiah

Sumber: Muhammad Falah Zadeh, Amuzesy-e Ahkam Wizeh-e Pesaran, Qom, 1379 HS.

(Visited 457 times, 1 visits today)

Leave a reply