Hukum-hukum Mengqadha Puasa Ayah dan Ibu

JIKA AYAH dan—berdasarkan ihtiyath wajib—ibu meninggalkan puasa wajib karena halangan selain bepergian (safar) atau sebelumnya mampu mengqadhanya tetapi belum sempat mengqadhanya, maka setelah mereka berdua wafat, wajib atas anak lelaki tertua untuk mengqadha puasa-puasa yang mereka tinggalkan tersebut, baik dia sendiri yang melakukan puasa-puasa tersebut ataupun dengan menyewa (ijarah) orang lain untuk mengqadhakannya.
Sedangkan untuk puasa-puasa yang tidak mereka lakukan karena bepergian, hukumnya tetap wajib mengqadhakannya, meskipun pada saat itu mereka (ayah dan ibu) tidak mendapatkan kesempatan dan kemungkinan untuk mengqadhainya. (Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Puasa, Masalah 93)
Puasa-puasa yang tidak dilakukan oleh ayah dan ibu secara sengaja, berdasarkan ihtiyath wajib, harus diqadhai oleh anak lelaki tertua, baik dengan melakukannya sendiri ataupun dengan menyewa orang lain. (Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Puasa, Masalah 92)
Berkaitan dengan salat dan puasa qadha ayah dan ibu, tidak ada pengutamaan antara puasa atau salat; masing-masing dapat dilakukan lebih awal atas lainnya. (Ajwibah al-Istifta’at, No. 537)