Hubungan Al-Quran dan Hadis dengan Filsafat

Jika tidak ada perbedaan antara filsafat (ilahiyat) dengan riwayat-riwayat dan ayat-ayat al-Quran kecuali dalam segi cara penjelasan, maka penjelasan yang telah diberikan oleh Allah Swt dan para manusia maksum kepada manusia lebih sempurna dan lebih patut dikaji. Lalu, untuk apa kita harus mengkaji pernyataan-pernyataan para filosof?
Jawabannya: jika kita mengatakan bahwa antara ayat-ayat al-Quran dan riwayat tidak terdapat perbedaan apapun kecuali dalam penjelasannya. Maksudnya adalah ajaran-ajaran kebenaran yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an dan Sunnah dengan bahasa sederhana dan dapat dipahami siapa saja. Sama seperti ajaran-ajaran kebenaran yang mana dapat didapatkan dengan cara melakukan pembahasan-pembahasan rasional dan filosofis dengan menggunakan bahasa yang tinggi dan berbagai macam istilah ilmiah.
Jadi perbedaan keduanya hanya terletak pada bentuk penjelasannya saja. Islam memiliki penjelasan yang sederhana dan mudah dipahami siapa saja, dan filsafat memiliki penjelasan yang berat dan tidak semua orang bisa memahami.
Ada dua atau tiga riwayat yang ditemukan dalam beberapa kitab tentang celaan terhadap para ahli filsafat di akhir zaman. Sebenarnya yang menjadi sasaran celaan adalah penelaah dan ahli filsafat, bukan filsafat itu sendiri.
Riwayat-riwayat seperti ini sama halnya dengan beberapa riwayat yang mencela para faqih di akhir zaman. Pada hakikatnya, yang terkena celaan adalah para faqih, bukan ilmu fiqih itu sendiri.
Begitu pula riwayat-riwayat yang mencela orang-orang Islam dan pengaku pecinta Al-Quran di akhir zaman; di mana celaan tersebut bukan untuk Islam dan Al-Quran. Contohnya adalah riwayat yang berbunyi, “Tidak ada yang tersisa dari Islam kecuali namanya dan tiada yang tersisa pula dari al-Qur’an melainkan tulisannya.” (Bihar Al-Anwar: jilid 36; hal. 284).
Andai saja ada satu riwayat —yang sekualitas riwayat wahid yang dzanni ‘tidak meyakinkan’— yang mencela filsafat, sedangkan telah kita akui bersama bahwa kandungan filsafat dan ajaran-ajaran al-Quran serta Hadis adalah sama, maka ini artinya riwayat lemah itu telah mencela ajaran-ajaran al-Qur’an dan Hadis. Jadi, bagaimana mungkin kita dapat meyakini kebenaran sebuah riwayat yang tidak jelas kebenarannya apa lagi telah mencela ajaran Islam dan membatilkannya?