Hadis Akhlak Ushul Kafi (Bagian Pertama)

0
1452

think1. Imam Shadiq as berkata, “Bila ada sebuah pertemuan yang dihadiri oleh orang-orang baik dan buruk, sementara tidak ada yang mengingat Allah Swt hingga mereka meninggalkan tempat pertemuan itu, maka di Hari Kiamat pertemuan itu menjadi penyesalan bagi mereka.”[1]

2. Imam Baqir as berkata, “Sesungguhnya mengingat kami adalah mengingat Allah Swt dan mengingat musuh kami adalah mengingat setan.”[2]

3. Imam Baqir as berkata, “Barangsiapa yang menginginkan seluruh pahala dari Allah, maka ketika ingin berdiri dari sebuah pertemuan hendaknya ia mengucapkan “Subhaana Rabbika Rabbil Izzati ‘Amma Yashifuun wa Salaamun Alal Mursalin wal Hamdulillahi Rabbil Alamin”.[3]

4. Imam Baqir as berkata, “Dalam Kitab Taurat yang belum diubah tertulis bahwa demikianlah Musa bertanya kepada Allah Swt, ‘Ya Allah! Terkadang saya hadir dalam sebuah pertemuan dan saya mengetahui bahwa Engkau lebih mulia dan agung untuk kusebutkan di sana.’ Allah Swt menjawab, ‘Wahai Musa! Mengingat-Ku di mana saja tetap baik.”[4]

5. Imam Shadiq as berkata, “Allah Swt berfirman, ‘Barangsiapa yang mengingat Aku di tengah-tengah manusia, niscaya Aku akan mengingatnya di tengah-tengah malaikat.”[5]

Mengganggu Muslimin
1. Imam Shadiq as berkata, “Allah Swt berfirman, ‘Barangsiapa yang mengganggu hamba-Ku yang mukmin berarti ia telah mengumumkan perang dengan-Ku.”[6]

2. Imam Shadiq as menukil dari Rasulullah Saw berkata, “Allah Swt berfirman, ‘Barangsiapa yang menghina seorang dari teman-teman-Ku, maka sesungguhnya ia telah mempersiapkan dirinya untuk berperang dengan-Ku.”[7]

3. Imam Shadiq as berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Allah Swt berfirman, ‘Barangsiapa yang merendahkan hamba-Ku yang mukmin, berarti ia secara terang-terangan telah bangkit untuk berperang dengan-Ku.”[8]

4. Imam Shadiq as berkata, “Siapa saja yang merendahkan seorang mukmin dikarenakan tidak memiliki apa-apa dan kemiskinannya, Allah Swt akan mengungkap rahasianya di hadapan semua orang di Hari Kiamat.”[9]

Menyakiti Orang Tua

1. Imam Shadiq as berkata, “Menyakiti orang tua yang paling sederhana adalah ketika mengatakan “Uffin” (ah) kepada mereka. Bila ada yang lebih kecil dan lebih hina dari itu, maka sudang barang tentu itupun akan dilarang.”[10]

2. Rasulullah Saw bersabda, “Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, maka engkau akan mendapat tempat di surga. Tapi bila engkau menyakiti mereka, maka tempatmu di neraka.”[11]

3. Imam Shadiq as berkata, “Barangsiapa yang melihat kedua orang tuanya dengan pandangan permusuhan, sementara keduanya juga berbuat zalim kepadanya, Allah tidak akan menerima shalatnya.”[12]

4. Rasulullah Saw bersabda, “Jangan menyakiti orang tua! Karena bau surga dapat dirasakan dari jarak 1000 tahun, tapi mereka yang menyakiti orang tua tidak dapat merasakannya.”[13]

Menjauhi yang Haram
1. Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt ‘Dan bagi orang yang takut akan maqam Tuhannya ada dua surga,’ (QS. ar-Rahman, 46) berkata, “Barangsiapa yang meyakini bahwa Alah Swt menyaksikannya dan dan mengetahui setiap kebaikan atau keburukan yang diucapkan atau diperbuatnya, lalu pengetahuannya ini mencegahnya dari berbuat buruk, maka ia termasuk orang yang takut akan maqam Allah dan tercegah dari hawa nafsunya.[14]

2. Sulaiman bin Khalid berkata, “Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt ‘Dan Kami memperhatikan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. al-Furqan: 23)

Imam Shadiq as menjawab, “Demi Allah! Perbuatan mereka lebih putih dari kain halus dari Mesir. Tapi ketika menghadapi perbuatan haram, mereka tidak bisa meninggalkannya.[15]

Penjelasan:
Para ahli tafsir dan pensyarah Ushul Kafi memberikan penjelasan terperinci tentang Ihbat(musnahnya pahala amalan), takfir (tertutupnya dosa akibat taat) dan keyakinan mazhab-mazhab Islam tentang masalah ini baik saat menafsirkan al-Quran pada ayat ini atau mensyarahi Ushul Kafi ketika sampai pada hadis ini dan ringkasannya akan disebutkan berikut ini.

Maksud dari perbuatan yang lebih putih dari kain adalah perbuatan seperti melayani tamu, silaturahmi dan menolong orang lain. Semua ini diperintahkah oleh Islam. Oleh karenanya mereka itu dinilai sangat putih. Sementara yang dimaksud dengan debu yang berterbangan yang terlihat dari pantulan cahaya matahari ketika memasuki rumah seseorang merupakan metafora dari perbuatan baik akan menjadi sia-sia bila seseorang tidak meninggalkan perbuatan haram. Artinya, pahala yang dijanjikan Allah Swt untuk orang yang berbuat baik tidak jadi diberikan kepadanya.

Baca juga :   Kutub Arba'ah; Empat Kitab Induk (1): Al-Kafi

3. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan dosa karena takut kepada Allah Swt, maka Allah Swt akan membuatnya gembira di Hari Kiamat.”[16]

Menghormati Orang Tua
1. Imam Shadiq as berkata, “Menghormati orang tua berarti menghormati Allah Swt.”[17]

2. Imam Shadiq as berkata, “Barangsiapa yang tidak mau tahu dengan hak tiga kelompok manusia ini berarti ia orang munafik yang terkenal dengan kemunafikannya. Ketiga kelompok manusia ini adalah orang yang menjalani umurnya hingga tua dalam Islam, yang membawa al-Quran dan pemimpin yang adil.”[18]

3. Imam Shadiq as berkata, “Menghormati orang mukmin yang rambutnya telah memutih adalah menghormati Allah Swt.”[19]

4. Imam Shadiq as berkata, “Bukan dari kami orang yang tidak menghormati orang tua dan tidak mengasihi yang lebih muda.”[20]

Menghormati Orang Mukmin
1. Imam Shadiq as berkata, “Barangsiapa yang pergi mendekati saudara muslimnya dan menghormatinya, maka ia telah menghormati Allah Swt.”[21]

2. Rasulullah Saw bersabda, “Bila seorang dari umatku membantu saudara muslimnya, maka Allah Swt akan menjadikan para pelayan surga melayaninya.”[22]

3. Rasulullah Saw bersabda, “Setiap muslim yang membantu dan melayani beberapa orang dari umat Islam, maka Allah Swt akan menjadikan pelayan sebanyak orang yang dibantunya untuk melayaninya di surga.”[23]

Silaturahmi
1. Imam Ridha as berkata, “Ada seorang yang usianya tinggal tiga tahun lagi dan ia bersilaturahmi. Allah Swt memanjangkan usianya hingga 30 tahun dan Allah Swt melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.”[24]

2. Imam Baqir as berkata, “Silaturahmi akan mensucikan perbuatan manusia, menambah kekayaan, menjauhkan musibah, mempermudah perhitungan amal dan memperpanjang umur.”[25]

3. Imam Shadiq as berkata, “Silaturahmi akan memperbaiki akhlak seseorang, tangannya menjadi dermawan, jiwanya menjadi suci, hartanya menjadi banyak dan mengakhirkan ajalnya.”[26]

4. Imam Shadiq as berkata, “Jalin hubungan dengan keluargamu, sekalipun hanya dengan memberi air minum. Silaturahmi terbaik adalah tidak mengganggunya.”[27]

5. Rasulullah Saw bersabda, “Sesuatu yang pahalanya lebih cepat sampai kepada pelakunya adalah silaturahmi.”[28]
6. Imam Ali as berkata, “Tetap menjalin hubungan dengan keluargamu, sekalipun hanya dengan mengucapkan salam.”[29]

Istidraj dan Makar Ilahi
1. Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang firman Allah Swt, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (QS. al-A’raf: 182)

Beliau menjawab, “Hamba Allah Swt yang melakukan perbuatan dosa akan diberikan nikmat yang baru dan nikmat ini akan membuatnya lalai untuk beristighfar dari perbuatan dosa yang dilakukannya.”[30]

2. Imam Shadiq as berkata, “Betapa banyak orang yang lupa diri setelah diberi beragam nikmat oleh Allah Swt, betapa banyak orang yang lupa diri akibat dosanya ditutupi oleh Allah Swt dan betapa banyak manusia yang tertipu oleh pujian masyarakat.”[31]

Istighfar
1. Imam Shadiq as berkata, “Ketika seorang mukmin berbuat dosa, Allah Swt memberinya waktu 7 jam. Bila ia meminta ampun kepada Allah Swt, tidak ada yang dicatat baginya, tapi bila berjam-jam berlalu dan ia tidak meminta ampun kepada Allah, maka pada waktu itu dicatat satu dosa baginya. Sesungguhnya, bila orang mukmin tadi mengingat dosanya setelah 20 tahun dan kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya Allah akan mengampuninya. Sementara orang kafir yang berbuat dosa, pada waktu itu juga ia melupakannya dan seakan-akan tidak terjadi apa-apa.”[32]

2. Diriwayatkan dari seorang maksum as, “Segala sesuatu ada obatnya dan obat dari segala dosa adalah meminta ampun dan beristighfar.”[33]

3. Rasulullah Saw bersabda, “Doa paling baik adalah istighfar.”[34]

4. Imam Shadiq as berkata, “Setiap kali seorang hamba banyak beristighfar, maka buku amalnya naik ke sisi Allah dalam keadaan bercahaya.”[35]

5. Imam Ridha as berkata, “Perumpamaan istighfar seperti daun yang bergerak lalu jatuh dari pohonya ketika musim gugur. Barangsiapa yang beristighfar atas dosa yang dilakukannya dan kemudian ia melakukannya lagi, maka ia seperti orang yang mengejek Allah Swt.”[36]

Islam
1. Imam Shadiq as mengenai ayat “Warna Allah (Shibgah). Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? …” (QS. al-Baqarah: 138) berkata, “Yang dimaksud dengan warna ilahi dalam ayat ini adalah Islam.”[37]

Baca juga :   Obyek Utama Ilmu Hadis-Dirayah

2. Imam Shadiq as berkata, “Dikarenakan Islam darah seseorang menjadi mulia, amanah diserahkan kepada pemiliknya dan hubungan suami istri menjadi halal, tapi mendapat pahala dalam koridor iman kepada Allah Swt.”[38]

Penjelasan:
Islam berarti mengikrarkan dua kalimat syahadah lewat lisan, meyakini dengan hati dan mengamalkannya dengan perilaku sesuai dengan tolok ukur dan perintah agama ini.

Dengan demikian, seorang kafir yang berperang dengan seorang muslim, ketika ia mengucapkan dua kalimat syahadah lewat lisannya, maka dari sisi lahiriah ia telah termasuk muslim. Orang muslim lain tidak boleh membunuhnya. Bila ia menyerahkan amanah kepada orang muslim, maka amanah itu harus dikembalikan kepadanya atau seseorang menyerahkan amanah kepadanya, maka ia harus mengembalikannya kepada pemiliknya. Ia dapat menikah dengan seorang muslimah. Tapi Allah Swt hanya akan memberikan pahala di akhirat terkait dengan iman, akidah dalam hati dan perintah syariat.

Mengulangi Dosa
1. Imam Shadiq as berkata, “Dosa kecil tidak dikatakan kecil bila dilakukan secara berulang dan dosa besar tidak dikatakan besar bila pelakunya beristighfar.”[39]

2. Imam Shadiq as berkata, “Mengulangi dosa adalah seseorang melakukan perbuatan dosa dan tidak meminta ampun dari Allah Swt dan tidak berusaha untuk bertaubat.”[40]

3. Imam Shadiq as berkata, “Demi Allah! Allah Swt tidak akan menerima ketaatan seseorang yang mengulangi perbuatan dosa.”[41]

Memperbaiki Hubungan Muslimin
1. Imam Shadiq as berkata, “Sedekah yang dicintai oleh Allah Swt adalah memperbaiki masyarakat ketika mereka berbuat buruk dan mendekatkan mereka ketika saling menjauh.”[42]

2. Imam Shadiq as berkata, “Saya lebih cinta perbuatanku memperbaiki hubungan dua orang ketimbang memberi sedekah dua dinar.”[43]

3. Imam Shadiq as berkata, “Setiap kali engkau menyaksikan dua orang Syiah bertengkar, maka berikan hartaku kepadanya.”[44] (Yakni, apa saja klaimnya terkait hartaku, maka berikan kepadanya agar membiarkan orang yang ditengkarinya)

4. Imam Shadiq as berkata, “Orang yang berbuat baik (Mushlih) bukan seorang pembohong.”[45]

Memberi Makan Mukmin
1. Imam Sajjad as berkata, “Barangsiapa yang memberi makan orang mukmin yang lapar, Allah Swt akan memberinya makanan dari buah-buahan surga.”[46]

2. Imam Shadiq as berkata, “Salah satu sarana pengampunan dosa adalah memberi makan orang muslim yang lapar.”[47]

3. Imam Shadiq as kepada Sudair as-Shairafi mengatakan, “Apa yang menghalangimu setiap hari dari membebaskan seorang budak?”

Sudair menjawab, “Apa yang saya miliki tidak cukup untuk melakuan itu.”
Imam Shadiq as berkata, “Kalau begitu setiap hari engkau memberi makan orang muslim.”[48]

4. Imam Shadiq as berkata, “Makanan yang dimakan seorang saudara muslimku bersamaku lebih kucintai ketimbang membebaskan seorang budak.”[49]

Mengakui Kesalahan
1. Imam Musa bin Jakfar as berkata, “Anakku, hendaknya engkau selalu berusaha! Jangan sampai engkau merasa tidak bersalah dalam beribadah dan taat kepada Allah Swt. Karena Allah Swt tidak pernah disembah seperti yang seharusnya.”[50]

Mengakui Dosa
1. Imam Baqir as berkata, “Demi Allah! Seseorang tidak akan menemukan keselamatan dan kebebasan dari dosa, kecuali ia mengakuinya.”[51]

2. Imam Baqir as berkata, “Demi Allah! Allah Swt hanya menginginkan dua sifat ini dari manusia; pertama mengakui nikmat yang diberikan Allah Swt agar semakin bertambah nikmat yang diberikan kepadanya dan kedua, mengakui dosanya agar mereka diampuni.”[52]

3. Imam Shadiq as berkata, “Bila seorang hamba bersikeras melakukan perbuatan dosa, niscaya ia tidak akan pernah

keluar dari lingkaran dosa, tapi bila hamba itu kemudian mengakui dosanya, maka ia akan keluar dari lingkaran dosa itu.”[53]

Bersikap Obyektif
1. Imam Ali as berkata, “Ketahuilah! Barangsiapa yang bersikap obyektif kepada orang lain terkait urusan dirinya, niscaya Allah Swt akan menambah kemuliaannya.”[54]

2. Imam Shadiq as berkata, “Barangsiapa berlaku adil dan obyektif dalam hubungannya dengan masyarakat, sekalipun merugikan dirinya, maka ia layak menjadi hakim bagi orang lain.[55]

3. Rasulullah Saw bersabda, “Mukmin hakiki adalah orang yang menyamakan dirinya dengan orang fakir dalam hartanya dan bersifat obyektif terhadap masyarakat.”[56]

4. Imam Baqir as berkata, “Allah Swt memiliki surga yang tidak dimasuki orang, kecuali tiga kelompok manusia. Satu dari mereka adalah orang yang mengadili dirinya dengan benar.”[57]

5. Imam Shadiq as berkata, “Apakah aku belum pernah mengabarkan kepada kalian tentang kewajiban paling berat yang diwajibkan Allah kepada kalian?” Setelah itu beliau menyebutkan tiga hal dan yang pertama adalah bersikap obyektif antara dirinya dan masyarakat.”[58]

Baca juga :   Definisi Ilmu Hadis-Dirayah

Iman
1. Saya bertanya kepada Imam Shadiq as tentang ayat “Huwa al-Ladzi Anzala as-Sakinata fi Qulub al-Mu’minin”, Dia yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin. Imam Shadiq menjawab, “As-Sakinata dalam ayat itu adalah iman.” Saya bertanya kembali tentang ayat yang lain “Wa Ayyadahum bi Ruhin Minhu”, dan mendukung mereka dengan ruh dari-Nya. Imam Shadiq as menjawab, “Ruhin Minhu adalah iman.” Dan saya bertanya kembali tentang ayat “Wa Alzamahum Kalimat at-Taqwa”, dan melazimkan mereka kalimat takwa. Imam Shadiq as kembali menjawab, “Kalimat at-Taqwa dalam ayat berarti iman.”[59]

2. Imam Shadiq as berkata, “Tidak pernah ada seruan seperti ajakan kepada Wilayah.” Beliau juga berkata, “Puncak urusan agama, kunci dan pintu segala sesutu dan penyebab ridha Allah adalah menaati Imam setelah mengenalnya. Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pelindung mereka.’ (QS. an-Nisa: 80) Tetapi bila seseorang melakukan ibadah di malam hari, berpuasa di siang hari, menginfakkan seluruh hartanya dan melakukan ibadah haji setiap tahun, tapi tidak mengenal Wilayah Wali Allah untuk ditaatinya dan berbuat sesuai dengan bimbingan Wali Allah, maka ia tidak berhak mendapat pahala dari Allah dan tidak terhitung ahli iman.”[60]

3. Imam Shadiq as berkata, “Iman senantiasa bersama dengan Islam, tapi tidak sebaliknya, Islam tidak senantiasa bersama iman. Karena iman itu yang ada dalam hati.”[61]

4. Imam Shadiq as berkata, “Segala sesuatu memiliki dasar dan dasar Islam adalah mencintai kami Ahlul Bait.”[62]

Sumber: Vajeh-haye Akhlak az Ushul Kafi, Ibrahim Pishvai Malayeri, 1380 Hs, cet 6, Qom, Entesharat Daftar Tablighat-e Eslami.
[1] . Bab Maa Yuhibbu Man Dzakara Allah Azza wa Jalla fi Kulli Majlisin, hadis 1.
[2] . Ibid, hadis 2.
[3] . Ibid, hadis 3.
[4] . Ibid, hadis, 8.
[5] . Ibid, hadis 13.
[6] . Bab Man Adza al-Muslimin wa Ihtaraqahum, hadis 1.
[7] . Ibid, hadis 3.
[8] . Ibid, hadis 6.
[9] . Ibid, hadis 9.
[10] . Bab al-‘Uquq, hadis 1.
[11] . Ibid, hadis 2.
[12] . Ibid, hadis 5.
[13] . Ibid, hadis 6.
[14] . Bab Ijtijab al-Maharim, hadis 1.
[15] . Ibid, hadis 5.
[16] . Ibid, hadis 6.
[17] . Bab Wujub Ijlal Dzi as-Syaibah al-Muslim, hadis 1.
[18] . Ibid, hadis 4.
[19] . Ibid, hadis 5.
[20] . Bab Ijlal al-Kabir, hadis 2.
[21] . Bab Fi Althaf al-Mu’min wa Ikramihi, hadis 3.
[22] . Ibid, hadis 4.
[23] . Bab fi Khidmatihi, hadis 1.
[24] . Bab Shilah ar-Rahim, hadis 3.
[25] . Ibid, hadis 4.
[26] . Ibid, hadis 6.
[27] . Ibid, hadis 9.
[28] . Ibid, hadis 15.
[29] . Ibid, hadis 22.
[30] . Bab al-Istidraj, hadis 3.
[31] . Ibid, hadis 4.
[32] . Bab al-Istighfar min al-Dzanb, hadis 3.
[33] . Ibid, hadis 8.
[34] . Bab al-Istighfar, hadis 1.
[35] . Ibid, hadis 2.
[36] . Ibid, hadis 3.
[37] . Bab Fi Annas Shibghah Hiya al-Islam, hadis 2.
[38] . Bab Anna al-Islam Yuhqanu bihi ad-Dam, hadis 1.
[39] . Bab al-Ishrar ‘Ala ad-Dzunub, hadis 1.
[40] . Ibid, hadis 2.
[41] . Ibid, hadis 3.
[42] . Bab al-Ishlah Bain an-Naas, hadis 1.
[43] . Ibid, hadis 2.
[44] . Ibid, hadis 3.
[45] . Ibid, hadis 5.
[46] . Bab Ith’am alMu’min, hadis 5.
[47] . Ibid, hadis 6.
[48] . Ibid, hadis 12.
[49] . Ibid, hadis 13.
[50] . Bab al-I’tiraf wa at-Taqshir, hadis 1.
[51] . Bab al-I’tiraf bi al-Dzunub wa an-Nadm ‘Alaiha, hadis 1.
[52] . Ibid, hadis 2.
[53] . Ibid, hadis 4.
[54] . Bab al-Inshaf wa a-Adl, hadis 4.
[55] . Ibid, hadis 12.
[56] . Ibid, hadis 17.
[57] . Ibid, hadis 19.
[58] . Ibid, hadis 6.
[59] . Bab fi Anna as-Sakinata Hiya al-Iman, hadis 5.
[60] . Ibid, hadis 5.
[61] . Bab Anna al-Iman Yusyariku al-Islam wal Islam La Yusyariku al-Iman, hadis 3.
[62] . Jilid 2, hal 46.

(Visited 182 times, 1 visits today)

Leave a reply