Empat Dasar Hukum Islam

Dasar hukum Islam atau fikih yang dipercayai Syiah ada empat. Pertama, Al-Quran yang merupakan sumber utama hukum dan pengetahuan Islam.
Kedua, sunnah Nabi Saw dan para Imam yang suci. Ketiga, ijma’ atau kesepakatan para ulama dan fukaha yang menyingkapkan adanya ketetapan manusia maksum (Nabi Saw dan para imam suci a.s.).
Keempat, dalil akal atau argumentasi rasional. Namun, yang dimaksud dalil akal di sini ialah akal yang pasti atau yang disebut dengan dalil al-aql al-qat’iy. Adapun dalil al-aql al-zharini, atau dalil akal yang berlandaskan kepada dugaan rasional seperti: qiyas dan istihsan, tidak dapat diterima dalam fikih Syiah dalam masalah apa pun.
Karena itu betapapun seorang faqih melihat adanya maslahat tertentu pada suatu masalah, tapi karena tidak ada dasar hukumnya dalam Al-Quran dan Sunnah, ia tidak dapat menganggapnya sebagai hukum Allah. Syiah juga tidak dapat membenarkan qiyas yang bersifat zhanni (dugaan) itu atau apa saja yang serupa dengannya sebagai metode untuk menyingkap hukum agama.
Adapun dalam keadaan-keadaan pasti seperti: buruknya perbuatan zalim, dusta, mencuri, khianat dsb, maka hukum akal di sini mencerminkan hukum agama sesuai dengan kaidah: setiap sesuatu yang telah diputus oleh akal maka itu juga merupakan keputusan agama.
Sebetulnya, riwayat-riwayat yang ada pada Syiah, baik dari Nabi Saw maupun dari para imam maksum yang suci, sudah lebih dari cukup untuk berbagai kebutuhan dan pemasalahan umat: ibadah, politik, ekonoini, sosial, dan lain sebagainya. Karena itu tidak perlu merujuk ke dalil-dalil yang bersifat zhanni.
Bahkan Syiah yakin bahwa persoalan-persoalan baru sekalipun telah termasuk dalam prinsip-prinsip dasar dan garis-garis umum (kulliyat) yang terdapat pada Al-Quran, sunnah Nabi Saw dan sunnah para Imam maksum, sehingga kita tidak perlu merujuk dalil-dalil yang zharini, tapi cukup dengan merujuk garis-garis umum tersebut.
Sumber: Nashir Makarim Syirazi, I’tiqade-ma, Qom, 1375 HS.