Cinta Ahlulbait, Keluarga Nabi SAW

0
1910

STUDISYIAH.COM–Kekuatan kehidupan dan hal-hal yang menghidupkan ada pada cinta. Maka manusia  akan memberikan hati pada cintanya dan membimbing cinta itu kepada yang paling layak untuk mendapatkan cinta tersebut. Hal inilah yang menyebabkan Nabi SAW membimbing manusia untuk mencintai Ahlulbait a.s. beliau. Dengan kecintaan kepada Ahlulbait a.s., segenap kekotoran yang ada dalam diri seseorang akan bersih, dan segenap kebaikan akan terwujud hingga terkumpul nilai-nilai kehidupan dalam diri mereka dan menjadikan mereka dekat dengan
Allah SWT.

Kecintaan kepada Nabi SAW dan keluarga beliau memiliki efek luar biasa dalam mewujudkan kedekatan kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat bahwa kecintaan terhadap Ahlulbait Nabi adalah cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam riwayat dikatakan bahwa Nabi SAW bersabda: “Terdapat pemimpin bagi segala sesuatu, kecintaan kepadaku dan kecintaan kepada Ali adalah seutama-utamanya bagi para pencari kedekatan dan dengan perantaraan kedekatan adalah ketaatan kepada Allah SWT” (Bihar Al-Anwar, jld. 27, hlm. 129).

Riwayat ini memberikan sebuah alasan yang sangat jelas bahwa kecintaan kepada Ahlul bait Nabi SAW adalah sarana kedekatan dan ketaatan terhadap Allah SWT. Rasulullah SAW dalam riwayat lain bersabda, “Kecintaan kepada Ali Ibnu Abi Thalib membakar segenap dosa, sebagaimana api yang membakar kayu bakar.” (Bihar Al-Anwar, jld. 39, hlm. 266).

Oleh karena itu, kecintaan kepada Imam Ali ibn Abi Thalib a.s. membakar dosa-dosa manusia, kecintaan kepada beliau mengubah dosa menjadi jerami dan menghancurkannya dari dalam jiwamanusia. Kecintaan kepada Imam Ali a.s. tidak hanya menghancurkan dosa-dosa yang di miliki oleh manusia, bahkan kecintaan ini menjadi benteng yang kokoh dan kuat dan menjadi penghalang bagi manusia untuk melakukan maksiat. Dengan kecintaan total kepada Nabi SAW dan Ahlulbait a.s., diri seseorang terasuransi dari segenap dosa yang mereka lakukan. Rasulullah SAW besabda, “Ketahuilah! Orang-orang yang mencintai Ali ibn Abi Thalib tidak akan meninggalkan dunia ini hingga dia meminum air dari telaga Kautsar, memakan Thuba dan melihat tempatnya di surga.”

Baca juga :   Tafsir Taubat: Kunci Selamat

Kita harus memohon kepada Allah akan kecintaan terhadap Ahlulbait a.s. untuk senantiasamenetap di hati kita hingga akhir hidup di dunia ini, sehingga kita dapat menyaksikan apa yang telah dijanjikan dari rahmat ilahi. Dalam sebuah doa ziarah kepada Imam Husain a.s., disebutkan, “Tuhanku! Tetapkan hati kami dalam kecintaan kepada wali-wali-Mu!” (Bihar Al-Anwar, jld. 101, hlm. 232 & 357).

Ketika kecintaan kepada Ahlubait a.s. telah merasuk ke dalam jiwa dan hati seseorang, ajal datang menjemputnya dimana dia akan menyaksikan hasil dari kecintaan dan kebesaran. Semua itu adalah bagian dari tanda-tanda keimanan dan ketakwaan yang ada dalam dirinya. Dalam beberapa riwayat terkait dengan kecintaan kepada Ahlulbait a.s. dikatakan bahwa hal ini merupakan pondasi dari ketakwaan dan keimanan sebagaimana permusuhan dan kedengkian kepada Ahlulbait adalah kemunafikan itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Ali, kecintaan kepadamu adalah ketakwaan dan keimanan sementara membencimu adalah kekufuran dan kemunafikan” (Bihar Al-Anwar, jld. 39, hlm. 263).

Orang yang membenci Imam Ali As dalam pandangan mazhab ini memiliki kesamaan dengan orang-orangorang mengingkari ketauhidan. Adapun orang-orang yang mencintai Imam AliAs terdapat keimanan dan ketakwaan di kedalaman jiwa mereka. Di dalam sebuah hadis dari Imam Ridha a.s. dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kecintaan kepada kami, Ahlulbait, menutupi segenap dosa-dosa dan melipat gandakan kebaikan” (Bihar Al-Anwar, jld. 67, hlm. 100, Amali Al-Thusi, jld. 1, hlm. 166).

Cinta memiliki kemampuan untuk menghancurkan segenap dosa-dosa dan mengubahnya menjadi kebaikan sebagimana tembaga yang berubah menjadi emas. Dari sisi ini cinta dikatakan sebagai elexir ruhani, karena ruh yang kotor di karenakan oleh dosa-dosa telah jauh dari Tuhan dan dengan kecintaan kepada Ahlulbait a.s. jiwa dan ruh akan tersyafaati, cinta memberikan kehidupan pada hati yang mati. Dengan cinta seseorang kembali pada kedekatannya dan dengan meninggalkan perbuatan dosa manusia senantiasa akan berada dalam keharibaan
ilahi.

Baca juga :   Muhasabah: Mawas Diri (2)

Hati yang di penuhi dengan cinta pada Imam Ali a.s. dan Ahlulbait Nabi lainnya tidak akan menyisakan tempat untuk dosa di hati mereka. Bahkan ketika cinta itu bertambah dapat menghacurkan segenap dosa-dosa yang dilakukan di masa yang lalu dan menjadi penghalang dalam berbuat dosa. Karena halangan untuk berbuat dosa jauh lebih mudah dibandingkan dengan menghilangkan efek atau pengaruh dari dosa-dosa yang telah di lakukan.

Seseorang yang hatinya di penuhi kecintaan kepada Ahlulbait a.s. akan menjadi kekasih Allah dan senantiasa dekat dengan keharibaan ilahi dan ketika menusia dekat dan menjadi kekasih Allah dia senantiasa dalam jangkauan lindungan dan qudrah ilahi. Artinya Allah mewujudkan penghalang antara seorang hamba dengan perbuatan dosa, dia akan melakukan perbuatan yang hanya di kehendaki oleh Allah SWT Allah mewujudkan kekuatan dan kemampuan dalam diri hamba tersebut dan menjadikannya berhasil dalam amal perbuatan yang dia lakukan. Inilah makna dari kalimat Laa hawla wa la quwata illa billah.

Dari sisi ini juga sebagian mengatakan bahwa kecintaan kepada Ahlulbait Nabi SAW adalah jalan terbaik untuk melakukan perjalanan ruhani. Dari sebuah riwayat yang di nukil oleh Allamah Majlisi dalam kitab Bihar Al-Anwar, jld. 70, hlm. 25, dikatakan bahwa Imam Shadiq a.s. bersabda bahwa cinta ketika sampai pada maqam tertingginya meskipun ia tidak melalui jalan para ulama, para hakim dan jalan para Siddiqin dan tidak melakukan cara yang mereka lakukan akan tetapi pada saat yang bersamaan seluruh hasil yang dicapai oleh ulama, hakim dan siddiqin juga dicapai oleh para pecinta.

Tentunya, cinta yang demikian dapat dikatakan cinta ketika begitu dahsyat bersemayam dalam Hati, dan bukan sekedar cinta yang dimiliki karena kesukaan kepada Ahlul bait semata. Cinta yang demikian memiliki peran yang sangat penting sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Shadiq a.s., bahwa dengan memiliki cinta yang demikian tidak hanya memberikan hasil yang paling bagus dari perjalanan ruhani bahkan satu-satunya jalan yang sama sekali tidak memiliki bahaya sebagaimana dikatakan bahwa jalan para ulama, hakim dan Siddiqin tidaklah demikian.

Baca juga :   Hukum-hukum seputar Pornografi; bolehkah Melihat Gambar Porno non-Muslim?

Imam Shadiq a.s. bersabda, “Para hakim mendapatkan hikmah dengan jalan diam, ulama mendapatkan ilmu dengan mencarinya, dan Siddiqin mendapati apa yang mereka miliki dengan kejujuran, khusyuk dan ibadah yang lama. Maka barangsiapa melalui jalan ini, dia akan turun ataukah dia akan tiba di tempat yang tinggi, dan kebanyakan dari mereka jika tidak melaksanakan hak-hak Allah dan apa yang telah diperintahkan kepada mereka, maka mereka akan jatuh, dan mereka tidak mengenal Allah sebagaimana mestinya, dan dia tidak menyukai hakikat dari cinta. Maka janganlah engkau ditipu dengan salat, puasa, riwayah dan ilmu karena mereka adalah keledai yang liar.” (Bihar Al-Anwar, jld. 70, hlm. 25).

(Visited 376 times, 1 visits today)

Leave a reply