Argumen Tekstual atas Kehujjahan Sunnah Nabi SAW

Apakah sunnah dan hadis-hadis Nabi SAW itu hujjah dan dijadikan dasar pegangan? Ada banyak argumen akan kehujjahan sunnah Nabi SAW. Berikut ini argumen-argumen tekstual, yaitu dalil-dalil yang diperoleh dari keterangan agama.
1. Al-Quran
a. Kehujjahan Keputusan Nabi SAW
Kemestian menerima tanpa syarat semua keputusan Nabi SAW menandakan kehujjahan sunnah beliau. Allah SWT berfirman, “
“Sebelumnya, manusia itu adalah umat yang satu, lalu Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan kitab (samawi) bersama mereka dengan benar untuk memberikan keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan” (QS. Al Baqarah: 213).
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka diseru kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul memutus perkara di antara mereka, mereka berkata, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Nur: 51).
“Dan tidaklah patut laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) perempuan yang mukmin memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan” (QS. Al-Ahzab: 36).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu penentu dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (QS. Al-Nisa’: 65).
b. Ketaatan kepada Nabi SAW
Taat pada Nabi SAW adalah sama dengan ketaatan kepada Allah SWT. Hal ini banyak ditemukan dalam Al-Quran, dan ini adalah bukti bahwa seluruh ucapan dan tingkah Nabi SAW memiliki nilai hujjah. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya) dan ulil amri (para washi Rasulullah) di antara kamu” (QS. Al-Nisâ’:).
“Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al-Ahzab: 36).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Hujurat: 1).
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku’” (QS. Al Imran: 31).
“Barangsiapa yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah” (QS. Al-Nisa’: 80).
c. Diperkenalkannya Nabi SAW sebagai figur dan suri tauladan
Kemestian untuk mengikuti perilaku dan akhlak Nabi SAW secara mutlak dan tanpa pengecualian apa pun memiliki arti bahwa segala perbuatan dan tingkah laku beliau mengandung hujjah, sebagaimana firman Allah SWT:
“Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21).
d. kewajiban berpegang pada semua bimbingan Nabi SAW
Firman Allah SWT dalam Al-Quran:
“Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” (QS. Al-Hasyr: 7).
Catatan:
1. kalimat “apa yang diberikan rasul kepadamu” dengan maknanya yang bersifat umum an mutlak sesungguhnya mencakup segala apa yang datang dari Nabi SAW, baik berupa tindakan (gerak dan diam), ucapan dan juga pernyataan.
2. Di samping berisi keharusan berpegang dan mengamalkan segala apa yang diperintahkan Nabi SAW, juga dalam ayat tersebut ditegaskan kemestian menjauhi segala apa yang dilarang oleh beliau. Yakni, dalam ayat tersebut secara bersamaan disebutkan perintah mengamalkan apa yang diserukan oleh Nabi SAWdan perintah menjauhi apa yang dilarang beliau.
3. Termaktubnya kata ‘rasul’ dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa ketaatan di sini bukan karena diri Nabi SAW, akan tetapi karena substansi risalah beliau dan adanya hubungan langsung beliau dengan Allah SWT.
4. Anjuran kepada ketakwaan dan ancaman adanya balasan Ilahi merupakan bagian dari validitas sunnah Nabi SAW. Kesadaran akan hal ini tentu saja juga menimbulkan perilaku bertakwa.
2. Ijma’
Dalil lain atas kehujjahan sunnah nabi ialah Ijma’. Terkait dengan kehujjahan sunnah Nabi SAW, di kalangan aliran-aliran atau mazhab Islam terdapat istilah yang disebut ijma’, walaupun kriteria kehujjahannya itu berbeda, dimana menurut Ahli Sunnah, ijma’ di sini yaitu kesepakatan para ulama, sementara menurut Syiah adalah kesepakatan yang menyingkapkan persetujuan Nabi SAW dan imam maksum a.s.
3. Sirah ‘Amaliyah Kaum Muslimin.
Dalil lain atas kehujjahan sunnah Nabi SAW adalah perilaku umum kaum Muslimin. Keteguhan secara kontinitas kaum Muslimin dalam memegang sunnah Nabi SAW menandakan bahwa kehujjahan sunnah beliau betul-betul diterima secara praktikal. [RED]
Sumber: Ali Nashiri, Talkhish-e Asyna’i ba Ulum-e Hadits.